Latar Belakang
Permasalahan agraria merupakan permasalahan yang tidak terselesaikan sejak lama. Batas-batas, pola penguasaan dan akses terhadap tanah menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik tersebut. Kawasan konservasi atau yang lebih spesifik biasa disebut sebagai Taman Nasional menjadi kawasan yang paling rawan menimbulkan konflik agraria. Indonesia sebagai Negara kepulauwan terluas memiliki banyak potensi alam yang terkandung di dalamnya. Katoharjo (2007) menyatakan 70% kawasan Indonesia adalah hutan. Tentulah dibutuhkan pengelolaan hutan yang baik, selama ini pemerintah terus melakukan usaha untuk memperbaiki pengelolaan hutan tersebut. Namun satu hal yang sangat krusial dilupakan dalam pengelolaan ini, bahwa pemerintah mempersempit pandangannya terhadap hutan yang hanya fokus terhadap kepentingan spesies yang ada di dalamnya tanpa memperhatikan permasalahan ekosistem dimana di dalamnya terdapat aktivitas manusia, tumbuhan dan hewan sebagai tempat tinggal dan berproduksi.
Hal ini kemudian berpotensi menyebabkan konflik akan pandangan pemerintah yang ingin melindungi hutan dan menjadikannya kawasan konservasi dengan masyarakat yang telah turun-temurun menempati kawasan hutan tersebut atau bahkan menjadikannya sebagai harta warisan yang akan diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Hutan dalam arti sesungguhnya memiliki tiga dimensi manfaat : (1) manfaat ekologi yang berarti melestarikan kenekaragaman hayati dan ekosistemnya, (2) manfaat ekonomi yang berarti mampu menciptakan peluang kerja dan kesempatan berusaha, (3) manfaat social yang berarti mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat (Laban, 2007). Namun dalam prakteknya, keberadaan kawasan konservasi sering dipahami sebagai sumber masalah atau konflik bagi berbagai pihak akibat adanya perbedaan persepsi.
Peristiwa inilah yang terjadi di kawasan hutan lindung Oekabiti, Kabupaten Kupang, Kepulauwan Nusa Tenggara yang letaknya bersentuhan dengan langsung dengan lahan pertanian milik warga bernama Saul Boi Mau (Nunnapah). Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan isu yang selalu berkembang di tingkat global. Esensi dari konservasi itu sendiri adalah perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati untuk kesejahteraan umat manusia sepanjang masa. Namun ternyata esensi tersebut justru menimbulkan konflik yang tak terselesaikan hingga kini sehingga banyak pihak yang mencoba merumuskan apa permasalahan dan jawaban dari konflik agraria di kawasan hutan lindung Oekabiti.
Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya maka ada beberapa masalah yang dapat dirumuskan antara lain :
1. Apa sesungguhnya akar permasalahan konflik agraria yang terjadi di kawasan hutan lindung Oekabiti, Kabupaten Kupang, Kepulauwan Nusa Tenggara?
2. Apa dampak yang timbul dari konflik agraria tersebut?
3. Apa solusi terbaik untuk menyelesaikan konflik agraria tersebut?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukaan diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menelusuri sejarah riwayat konflik agraria yang berkembang di kawasan hutan lindung Oekabiti, Kabupaten Kupang, Kepulauwan Nusa Tenggara
2. Mengantisipasi dan menganalisis dampak yang akan timbul di masa mendatang akibat adanya konflik agraria tersebut
3. Menganalisis dan menawarkan solusi untuk menyelesaikan konflik agraria tersebut
Manfaat Penelitian
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang konflik agraria di kawasan hutan lindung Oekabiti, Kabupaten Kupang, Kepulauwan Nusa Tenggara. Dengan adanya makalah ini diharapkan mampu memaparkan permasalahan yang terjadi sehingga diharapkan tidak terjadi kesalahan dalam merespon konflik ini.
No comments:
Post a Comment