A. Pendahuluan
Sejalan dengan berkembangnya dan meluasnya Islam di dunia, sudah barang tentu perkembangan itu tidak terlepas dari berbagai problematika yang timbul, baik yang timbul dari dalam Islam itu sendiri maupun dari luar Islam. Dan diantara problematika yang timbul dari dalam diri Islam itu sendiri adalah timbulnya firqah atau golongan yang benihnya sudah mulai dirasakan tatkala nabi Muhammad saw sudah meninggal.
Sejarah Islam telah mencatat tentang banyaknya firqah-firqah atau golongan-golongan yang ada di dalam tubuh umat Islam. Dan berdasarkan keterangan dari beberapa hadis, dari kesemua firqah/golongan tersebut semuanya dikatakan sebagai firqah/golongan yang sesat kecuali hanya satu golongan. Hal ini tentunya didasarkan atas dasar keterangan dari matan hadis yang sudah sering kita jumpai bahkan sudah sering kita kaji.
Artinya:
Memang ada yang menilai hadis tersebut mengandung kelemahan. Akan tetapi, apabila dijadikan pegangan dan pedoman untuk mengukur pandangan dan perilaku yang dapat dibenarkan oleh ajarang Islam, pastilah lebih baik dibanding keterangan para pakar yang belum pasti kekuatan dan kebenarannya.
B. Pembahasan
1. Sejarah Munculnya Firqah-Firqah dalam Islam
Realitas kesejarahan tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, berdasarkan keteranga dari hadis-hadis shahih dan mutawatir. Para pakar juga juga telah menguraikan perinciannya tentang makna dan siapa saja dari tujuh puluh tiga kelompok itu. Akan tetapi pertanyaan yang tidak jarang terjadi adalah: bagaimanakah motif utama terjadinya perpecahan dikalangan umat Islam?
Setelah Nabi Muhammad saw wafat, timbullah persoalan, siapakah yang berhak memegang khilafah. Karena semasa Rasulullah masih hidup tidak memberikan ketentuan yang konkrit bagaimana kepemimpinan umat Islam setelah ia wafat. Masalah kepemimpinan/ke-khalifahan ini semakin menonjol pada saat masa akhir pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, muncul apa yang disebut “peristiwa Ali vs Utsman”.
Memang pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Umar, dan sebagian besar masa pemerintahan Khalifah Utsman, kaum muslimin berada dalam iklim dan suasana yang kondusif, senang dan harmonis. Perselisihan dan kemelut internal relatif tidak terjadi. Hal ini karena disamping kebijakan politik yang diambil mereka tidak membuka lahirnya friksi internasional dan gerakan oposisi, juga karena pada saat itu kaum muslimin disibukkan dengan jihad dan ekspansi militer Islam kedaerah-daerah sekitar jazirah Arab, sebagai pemerataan jalan bagi penyebarluasan dakwah Islam keseluruh dunia.
Timbulnya aliran-aliran teologi Islam tidak terlepas dari fitnah-fitnah yang beredar setelah wafatnya Rasulullah Saw. Setelah Rasulullah Saw wafat peran sebagai kepala Negara digantikan oleh para sahabat-sahabatnya, yang disebut khulafaur Rasyidin yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Namun, ketika pada masa Utsman bin Affan mulai timbul adanya perpecahan antara umat Islam yang disebabkan oleh banyaknya fitnah yang timbul pada masa itu. Sejarah mencatat, akibat dari banyaknya fitnah yang timbulkan pada masa itu menyebabkan perpecahan pada umat Islam, dari masalah politik sampai pada masalah teologis.
Awal mula perpecahan bisa kita simak sejak kematian Utsman bin Affan r.a. Ahli sejarah menggambarkan Utsman sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu untuk menjadi gubernur. Tindakan-tindakan yang dijalankan Utsman ini mengakibatkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Sahabat-sahabat nabi setelah melihat tindakan Utsman ini mulai meninggalkan khalifah yang ketiga ini. Perasaan tidak senang akan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan, seperti adanya lima ratus pemberontak berkumpul dan kemudian bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana di Madinah ini membawa pada pembunuhan Utsman oleh pemuka-pemuka pemberontak di Mesir ini.
Setelah Utsman wafat Ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan ini dapat dipatahkan Ali dalam pertempuran yang terjadi di Irak tahun 656 M. Talhah dan Zubeir mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.
Setelah terjadi pembunuhana atas diri utsman bin affan r.a, timbul perselisihan yang lain lagi, yaitu persoalan dosa besar, tentang bagaimana hukum orang yang mengerjakan dosa membunuh. Lantas persoalan tersebut berkembang ke masalah-masalah yang lain yang terkait. Misalnya bagaimanakah pengertian imam itu, dan bagaimana pula batasan-batasannya, serta hubungannya dengan amal perbuatan yang lain. Dari akibat persoalan dosa besar tersebut, akhirnya timbullah golongan-golongan besar yang diantaranya bernama, Khawarij, Murji’ah, Jabariyah, Qodariyah, Mu’tazilah, Syiah dan masih banyak lagi.
2. Penyebab Munculnya Firqah-Firqah dalam Islam
Secara garis besar perselisihan faham dalam Islam itu didasari atas dua macam. Pertama, perselisihan dalam masalah cabang syari’at Islam. Kedua, perselisihan pendapat dalam masalah aqidah/i’tiqad. Dan kedua hal tersebut disebabkan pula oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Faktor politik
Sebagaimana telah sedikit banyak dipaparkan dibagian awal, bahwa timbulnya perselisihan dikalangan umat Islam itu adalah bermula dari masalah kekhalifahan/kepemimpinan, tetapi kemudian merembet kepersoalan agama. Perkembangan dari soal politik sampai menjadi soal agama inilah yang perlu diperhatikan, karena dampaknya akan semakin serius. Kiranya yang menghembukannya adalah kaum munafiqin yang dipimpin oleh Abdullah bin saba’. Kenyataannya perbedaan pendapat yang terjadi saat itu tidak hanya sekedar sebuah perselisihan pendapat atau ide, tetapi sampai mengarah pada peperangan yang membawa korban beribu-ribu umat Islam. Timbulnya kelompok-kelompok syiah, khawarij karena lantaran ambisinya untuk merebut kekuasaan, memperkuat kelompok, mereka tempuh melalui pendekatan agama, mereka berpijak pada aqidah agama.
2. Faktor akulturasi
Akulturasi yang dimaksudkan adalah perpaduan antara dua kebuyaan atau lebih sehingga mewujudkan suatu model budaya yang baru. Misalnya, ketika Islam masuk kesuatu daerah/negeri, maka terjadilah akulturasi antara nilai-nilai ajaran Islam dengan bentuk budaya lokal. Disamping itu banyak pula buku-buku filsafat yunani dan romawi diterjemahkan ke dalam bahas arab. Akibat pergesera nilai yang mempunyai dampak positifnya wawasan berfikir umat Islam semakin maju sehingga banyak ditemukan ilmu-ilmu umum, seperti ilmu kedokteran, ilmu fisika, ilmu biologi dan lain sebagainya. Dalam segi negatifnya, akibat filsafat dalam Islam terjadi pada sebagian kaum muslim yang merumuskan masalah tauhid dengan kacamata filsafat yang sebenarnya tidak boleh dirumuskan dari kacamata filsafat melainkan dengan berdasarkan rumusan yang berdasarkan wahyu yang bersifat qath’I tidak boleh dengan menggunakan akal pikiran.
3. Faktor infiltrasi
Yang dimaksudkan dalam infiltrasi ini adalah adanya campur tangan dari pihak luar, misalnya masuknya pemikiran atau ajaran agama lain ke dalam Islam. Banyak orang masuk Islam namun mereka belum sepenuhnya meninggalkan syari’at agama lama, sehingga ajaran-ajaran agama lama masih melekat dan menyusup ke dalam Islam. Diantara mereka tersebut adalah golongan murji’ah, qodariyah, jabariyah, mujasimah. Dan apabila kita mempelajari pemikiran-pemikiran golongan tersebut banyak dipengaruhi oleh ajaran agama yahudi, nasrani dan majusi.
Sejalan dengan berkembangnya dan meluasnya Islam di dunia, sudah barang tentu perkembangan itu tidak terlepas dari berbagai problematika yang timbul, baik yang timbul dari dalam Islam itu sendiri maupun dari luar Islam. Dan diantara problematika yang timbul dari dalam diri Islam itu sendiri adalah timbulnya firqah atau golongan yang benihnya sudah mulai dirasakan tatkala nabi Muhammad saw sudah meninggal.
Sejarah Islam telah mencatat tentang banyaknya firqah-firqah atau golongan-golongan yang ada di dalam tubuh umat Islam. Dan berdasarkan keterangan dari beberapa hadis, dari kesemua firqah/golongan tersebut semuanya dikatakan sebagai firqah/golongan yang sesat kecuali hanya satu golongan. Hal ini tentunya didasarkan atas dasar keterangan dari matan hadis yang sudah sering kita jumpai bahkan sudah sering kita kaji.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ , قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِنَّ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفَرَّقَتْ اُمَّتِيْ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُم فِي النَّارِ اِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً , قَالُوْا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِيْ.
Artinya:
Abdullah bin Amr berkatan: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya umat bani Israil terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, kesemuanya akan masuk ke neraka kecuali satu golongan yang akan selamat. Para sahabat bertanya: Siapakah satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu golongan yang mengikuti ajarannku dan ajaran para Sahabatku.
Memang ada yang menilai hadis tersebut mengandung kelemahan. Akan tetapi, apabila dijadikan pegangan dan pedoman untuk mengukur pandangan dan perilaku yang dapat dibenarkan oleh ajarang Islam, pastilah lebih baik dibanding keterangan para pakar yang belum pasti kekuatan dan kebenarannya.
B. Pembahasan
1. Sejarah Munculnya Firqah-Firqah dalam Islam
Realitas kesejarahan tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, berdasarkan keteranga dari hadis-hadis shahih dan mutawatir. Para pakar juga juga telah menguraikan perinciannya tentang makna dan siapa saja dari tujuh puluh tiga kelompok itu. Akan tetapi pertanyaan yang tidak jarang terjadi adalah: bagaimanakah motif utama terjadinya perpecahan dikalangan umat Islam?
Setelah Nabi Muhammad saw wafat, timbullah persoalan, siapakah yang berhak memegang khilafah. Karena semasa Rasulullah masih hidup tidak memberikan ketentuan yang konkrit bagaimana kepemimpinan umat Islam setelah ia wafat. Masalah kepemimpinan/ke-khalifahan ini semakin menonjol pada saat masa akhir pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, muncul apa yang disebut “peristiwa Ali vs Utsman”.
Memang pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Umar, dan sebagian besar masa pemerintahan Khalifah Utsman, kaum muslimin berada dalam iklim dan suasana yang kondusif, senang dan harmonis. Perselisihan dan kemelut internal relatif tidak terjadi. Hal ini karena disamping kebijakan politik yang diambil mereka tidak membuka lahirnya friksi internasional dan gerakan oposisi, juga karena pada saat itu kaum muslimin disibukkan dengan jihad dan ekspansi militer Islam kedaerah-daerah sekitar jazirah Arab, sebagai pemerataan jalan bagi penyebarluasan dakwah Islam keseluruh dunia.
Timbulnya aliran-aliran teologi Islam tidak terlepas dari fitnah-fitnah yang beredar setelah wafatnya Rasulullah Saw. Setelah Rasulullah Saw wafat peran sebagai kepala Negara digantikan oleh para sahabat-sahabatnya, yang disebut khulafaur Rasyidin yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Namun, ketika pada masa Utsman bin Affan mulai timbul adanya perpecahan antara umat Islam yang disebabkan oleh banyaknya fitnah yang timbul pada masa itu. Sejarah mencatat, akibat dari banyaknya fitnah yang timbulkan pada masa itu menyebabkan perpecahan pada umat Islam, dari masalah politik sampai pada masalah teologis.
Awal mula perpecahan bisa kita simak sejak kematian Utsman bin Affan r.a. Ahli sejarah menggambarkan Utsman sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu untuk menjadi gubernur. Tindakan-tindakan yang dijalankan Utsman ini mengakibatkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Sahabat-sahabat nabi setelah melihat tindakan Utsman ini mulai meninggalkan khalifah yang ketiga ini. Perasaan tidak senang akan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan, seperti adanya lima ratus pemberontak berkumpul dan kemudian bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana di Madinah ini membawa pada pembunuhan Utsman oleh pemuka-pemuka pemberontak di Mesir ini.
Setelah Utsman wafat Ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan ini dapat dipatahkan Ali dalam pertempuran yang terjadi di Irak tahun 656 M. Talhah dan Zubeir mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.
Setelah terjadi pembunuhana atas diri utsman bin affan r.a, timbul perselisihan yang lain lagi, yaitu persoalan dosa besar, tentang bagaimana hukum orang yang mengerjakan dosa membunuh. Lantas persoalan tersebut berkembang ke masalah-masalah yang lain yang terkait. Misalnya bagaimanakah pengertian imam itu, dan bagaimana pula batasan-batasannya, serta hubungannya dengan amal perbuatan yang lain. Dari akibat persoalan dosa besar tersebut, akhirnya timbullah golongan-golongan besar yang diantaranya bernama, Khawarij, Murji’ah, Jabariyah, Qodariyah, Mu’tazilah, Syiah dan masih banyak lagi.
2. Penyebab Munculnya Firqah-Firqah dalam Islam
Secara garis besar perselisihan faham dalam Islam itu didasari atas dua macam. Pertama, perselisihan dalam masalah cabang syari’at Islam. Kedua, perselisihan pendapat dalam masalah aqidah/i’tiqad. Dan kedua hal tersebut disebabkan pula oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Faktor politik
Sebagaimana telah sedikit banyak dipaparkan dibagian awal, bahwa timbulnya perselisihan dikalangan umat Islam itu adalah bermula dari masalah kekhalifahan/kepemimpinan, tetapi kemudian merembet kepersoalan agama. Perkembangan dari soal politik sampai menjadi soal agama inilah yang perlu diperhatikan, karena dampaknya akan semakin serius. Kiranya yang menghembukannya adalah kaum munafiqin yang dipimpin oleh Abdullah bin saba’. Kenyataannya perbedaan pendapat yang terjadi saat itu tidak hanya sekedar sebuah perselisihan pendapat atau ide, tetapi sampai mengarah pada peperangan yang membawa korban beribu-ribu umat Islam. Timbulnya kelompok-kelompok syiah, khawarij karena lantaran ambisinya untuk merebut kekuasaan, memperkuat kelompok, mereka tempuh melalui pendekatan agama, mereka berpijak pada aqidah agama.
2. Faktor akulturasi
Akulturasi yang dimaksudkan adalah perpaduan antara dua kebuyaan atau lebih sehingga mewujudkan suatu model budaya yang baru. Misalnya, ketika Islam masuk kesuatu daerah/negeri, maka terjadilah akulturasi antara nilai-nilai ajaran Islam dengan bentuk budaya lokal. Disamping itu banyak pula buku-buku filsafat yunani dan romawi diterjemahkan ke dalam bahas arab. Akibat pergesera nilai yang mempunyai dampak positifnya wawasan berfikir umat Islam semakin maju sehingga banyak ditemukan ilmu-ilmu umum, seperti ilmu kedokteran, ilmu fisika, ilmu biologi dan lain sebagainya. Dalam segi negatifnya, akibat filsafat dalam Islam terjadi pada sebagian kaum muslim yang merumuskan masalah tauhid dengan kacamata filsafat yang sebenarnya tidak boleh dirumuskan dari kacamata filsafat melainkan dengan berdasarkan rumusan yang berdasarkan wahyu yang bersifat qath’I tidak boleh dengan menggunakan akal pikiran.
3. Faktor infiltrasi
Yang dimaksudkan dalam infiltrasi ini adalah adanya campur tangan dari pihak luar, misalnya masuknya pemikiran atau ajaran agama lain ke dalam Islam. Banyak orang masuk Islam namun mereka belum sepenuhnya meninggalkan syari’at agama lama, sehingga ajaran-ajaran agama lama masih melekat dan menyusup ke dalam Islam. Diantara mereka tersebut adalah golongan murji’ah, qodariyah, jabariyah, mujasimah. Dan apabila kita mempelajari pemikiran-pemikiran golongan tersebut banyak dipengaruhi oleh ajaran agama yahudi, nasrani dan majusi.
C. Kesimpulan
Munculnya berbagai macam firqah/golongan yang terjadi di dalam tubuh Islam itu sendiri berdasarkan sedikit penjelasan paparan di atas maka kita dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantarnya adalah bahwa salah satu penyebab timbulnya firqah-firqah tersebut adalah disebabkan dari tiga sebab umum yang meliputi:
1. Faktor politik
Faktor politik ini dimulai sejak wafatnya Rasulullah saw dan mulai sangat kelihatan menonjol ketika akhir masa pemerintahan khalifah utsman bin affan ra.
2. Faktor akulturasi
Perpaduan antara dua kebuyaan atau lebih sehingga mewujudkan suatu model budaya yang baru.
3. Faktor infiltrasi
Adanya campur tangan dari pihak luar, misalnya masuknya pemikiran atau ajaran agama lain ke dalam Islam sehingga ajaran-ajaran agama lama masih melekat dan menyusup ke dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
• Drs. Hasanuddin. H.A, Pendidikan Aswaja & Ke-NU-an, Surabaya, CV. Sahabat Ilmu,
• Harun Nasution. Sejarah Teologi Islam. Jakarta: UI-Press. 2006.
• Muhammad Idrus Ramli, Pengantar Sejarah Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Surabaya, Katulistiwa.
• Sahilun A Nasir. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994.
No comments:
Post a Comment