
Suatu saat, seperti diriwayatkan Ubadah bin Shamit, Rasulullah AW pernah bepergian bersama Mu’adz bin Jabal. Dalam perjalanan itu, sahabat yang terkenal dengan kepiawaiannya dalam hukum tersebut bertanya kepada Rasulullah, “Amalan apakah yang paling utama?” Rasulullah menjawabnya dengan memberikan isyarat menujuk ke bibirnya. “Diam, kecuali dari (hal) kebaikan.”
Selain itu, diam dengan pengecualian seperti ini merupakan bentuk dari kebijaksanaan. Karenanya, Rasulullah SAW menyebutkan pada hadis riwayat Abu Hurairah bahwa kebijaksanaan itu terdiri atas sepuluh bagian. “(Sebanyak) sembilan darinya berasal dari mengasingkan diri (‘uzlah). Sedangkan, satu lagi terdapat di sikap diam.”
Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat kepada Abu Dzar. Dalam wasiat itu, ditegaskan demikian, “Aku berwasiat untukmu agar berakhlak baik dan tidak banyak bicara. Keduanya adalah amalan yang paling ringan untuk dilakukan oleh tubuh. Tetapi, dua hal itu nilai pahalanya akan memberatkan timbangan perbuatan kelak di akhirat.”
Diam itu baik, namun bicara bukanlah sesuatu yang buruk. Keduanya perlu dipilih dengan kejernihan pikiran. Karena, kalaupun diam itu bermanfaat, manfaatnya tidak melebihi pemiliknya, sedangkan bicara manfaatnya bisa dipetik oleh banyak orang. Allah SWT. mengutus para rasul-Nya juga dengan bicara, bukan dengan diam. Tempat-tempat diam yang terpuji sedikit, tetapi tempat dan ruang berbicara yang terpuji sangat banyak. Lamanya diam bisa merusak kemampuan memberi penjelasan, sedangkan bicara dengan para pemilik ilmu, kaum cendikia akan memadukan pikiran dan ilmu.
No comments:
Post a Comment